Assalamualaykum.....
Pada
tulisan saya kali ini, saya akan sedikit me-review pemikiran Emmanuel Todd
tentang analisanya yang berujung pada prediksi runtuhnya ke-digdayaan Amerika
Serikat sebagai negara superpower dan
adikuasa. Emmanuel Todd juga memprediksi bahwa peran AS sebagai ‘polisi’ dunia
akan segera habis, bersamaan dengan runtuhnya ke-wibawa-an AS di mata dunia. Ada
satu bab yang menarik bagi saya untuk dikaji dalam buku Manu Todd ini yang
berjudul Menjelang Keruntuhan Amerika,
sekaligus merupakan seri terjemahan dari judul asli : After The Empire. Bab tersebut berjudul Perdamaian dengan Rusia dan Dunia Muslim, ini tentu akan berlanjut
dengan efek estafet 3 negara besar Eropa (Jerman, Perancis, dan tentu saja
Inggris Raya) pendukung AS yang juga diprediksi akan jengah dengan sifat
agresor dan menang sendiri ala Amerika Serikat. Saya akan mencoba meringkaskan-nya
untuk para pengunjung sekalian, saya pikir bahwa analisa ini juga digunakan
oleh banyak pakar politik Internasional seperti Francis Fukuyama, Michaelle Le
Muinx, Gordon Steward dan juga Ulama’ Islam, Syaikh Imran Nazar Husein. Jadi,
tulisan Manu Todd ini setidaknya juga menjadi rujukan bagi para analis untuk
melihat sistem politik dunia barat dewasa ini.
So,
siapkan kopi dan cemilan anda, selamat datang di Der Wissen.....
Eropa
tidak seperti Amerika Serikat, Eropa tidak memiliki persoalan berarti dengan
dunia luar. Eropa mempunyai hubungan perdagangan yang normal dengan
negara-negara lain, membeli bahan mentah dan energi yang dibutuhkannya dan
membayar impor dengan pendapatan yang diperoleh dari ekspornya. Oleh karena
itu, tujuan strategis jangka panjangnya adalah perdamaian. Sementara itu,
kebijakan luar negeri Amerika Serikat sebagian besar disusun berdasarkan dua
konflik utama dengan dua tetangga dekat Eropa. Pertama adalah Rusia, hambatan
fundamental hegemoni Amerika Serikat tetapi terlalu kuat untuk ditaklukan. Yang
lain adalah dunia Muslim, musuh tidak penting yang tepat untuk menunjukkan
keunggulan kekuatan militer Amerika Serikat. Semenjak kepentingan Eropa adalah
perdamaian, utamanya dengan dua tetangganya, prioritas strategisnya sekarang
adalah permusuhan sengit dengan kepentingan Amerika Serikat.
Selama
negara-negara Teluk di Persia harus menjual minyaknya karena peningkatan
pertumbuhan penduduknya, Eropa tidak perlu takut akan embargo. Namun, Eropa
tidak bisa selamanya menerima kekacauan terus menerus dunia Arab yang
disponsori oleh Amerika Serikat dan Israel. Realitas ekonomi akan menyatakan
bahwa wilayah dunia ini akan dibawa ke dalam lingkungan kerja sama berpusat di
Eropa umumnya menolak Amerika Serikat. Dalam kasus ini, Turki dan Iran sangat
memahaminya. Tetapi jangan sampai keliru, semua yang terjadi di wilayah Teluk
Persia dipicu oleh konflik serius antara Eropa dan Amerika Serikat dalam waktu
dekat.
Bersama
Rusia, sebuah negara yang menunjukkan semua gejala menjadi rekan bijaksana dan
sangat lemah secara ekonomi dan militer tetapi masih memiliki kapasitas sebagai
eksportir minyak dan gas alam, Eropa mengambangkan hubungannya di tahun-tahun
ke depan. Ketidakberdayaan strategis Amerika Serikat terhadap Rusia
menjaelaskan sebagian evolusi yang sedikit mengejutkan ini. Setelah masing-masing
babak, tindakan agresif Amerika Serikat diharuskan menunjukkan keramahan
terhadap Rusia, langkah yang umumnya dipaksakan oleh ketakutannya bahwa Eropa
dan Rusia benar-benar akan mengabaikan Amerika Serikat dalam negoisasi di masa
mendatang.
Dalam
lingkungan Islam, kerugian yang disebabkan oleh Amerika Serikat terusu mmburuk
dan menjadi lebih konkret. Dunia Muslim menyuplai Eropa dengan imigran dalam
prosentase yang cukup besar ; imigran Pakistan di Inggris, Afrika Utara di
Perancis, dan Turki di Jerman, ketiganya merupakan kelompok terbesar. Anak-anak
imigran ini menjadi warga negara asalnya, termasuk di Jerman yang akhir-akhir
ini menciptakan undang-undang memberikan kewarganegara-an berdasarkan wilayah
tempat lahir sang anak., yang telah mendekatkan Jerman dengan 'droit do soul’ Perancis. Karena dunia
Muslim melebihi tetangga dekat, Eropa harus mempertahankan hubungan damai dan
pemahaman baik dengan dunia Muslim untuk menjamin perdamaian internalnya
sendiri. Dalam konteks inilah Amerika Serikat dipandang sebagai pengacau internal dan internasional
terhadap dunia Eropa. Pada kasus penyerangan Sinagog Yahudi oleh pemuda Arab
yang dirugaikan selama awal tahun 2002 silam, Perancis-lah yang pertama kali
mengalami efek negatif kebijakan Timur Tengah Amerika dan struktur masyarakat
Perancis yang sangat tidak egaliter. Tidak ada alasan untuk menganggap Jerman
dengan imigran dari Turki, dan bahkan Inggris denga imigran dari Pakistan yang
semakin bertambah, tidak akan dipengaruhi oleh tindakan agresif Amerika
Serikat.
Untuk
membangkitkan Eropa, kekuatan dan perseteruannya yang semakin sengit dengan
Amerika Serikat adalah dengan menggunakan konsep yang maknanya tidak diterapkan
dengan jelas, pasar, peradaban, dan sekelompok bangsa. Singkatnya, hingga kini
Eropa merupakan entitas tidak jeals, entitas yang berkembang. Sekarang,
integrasi ekonomi Eropa meningkat. Jumlah dan keberhasilannya menarik anggota
baru dari Eropa Timur dan tampaknya bertujuan akhir untuk menyerap Turki. Tetapi
proses ekspnasi ekonomi yang spontan ini ber-efek pada timbulnya kekacauan
politik yang meningkat. Ekspansi ekonomi melemahkan lemabag sistem tersebut. Kelangsungan
bangsa masing-masing dengan bahasa, sistem politik, dan pola pikirnya sendiri
sangat menyulitkan Eropa untuk menerapkan prosedur pengambilan keputusan yang
bisa ditermia semua anggotanya.
Dari
sudut strategi global, perkembangan ini bisa dipandang sebagai permulaan proses
disintegrasi. Kenyataannya, lebih mungkin bahwa tim pimpinan tiga anggota ini
akan muncul di benua tersebut dengan Kerajaan Inggris, Jerman dan Perancis
membentuk triumvirat yang mengatur
ini. Setelah melawati masa kesalahpahaman dan perselisihan, kemitraan
Perancis-Jerman sangat muncul terjadi. Peran Inggris sepenuhnya baru dan harus
dipikirkan menjadi sebuah kemungkinan. Kesalah awal yang sama tidak harus
dibuat seperti Brzezinski, yang meyakinkan bahwa Inggris Raya, tidak seperti
Jerman dan Perancis, bukan pemain geostrategis.
Seperti analisa dari Frederic Le Play, bahwa kemitraanya harus dipelihara, tetapi
kebijakannya tidak meminta perhatian terus-menerus. Perkiraan ini
tampaknya sedikit menghilangkan gejala kerja sama Perancis-Inggris dalam
memperluas kebijakan militer Eropa.
Antar
tahun 1990-2000 hubungan antara Perancis dan Jerman tidak begitu baik. Penyatuan
kembali Jerman telah mengacaukan Eropa dengan membentuk Jerman yang berpenduduk
8 juta yang dilihat analis Perancis menurut perhitungan relatif dengan 6 juta
penduduknya. Penyatuan moneter yang akan menggambarkan langkah optimistik ke
depan, yang dipahami sebagai hubungan dan kontrol Jerman. Namun, seperti
langkah perdamaian kepada jerman, negara Eropa lainnya menerima secara
berlebihan kriteria manajemen yang tepat sehingga akan membawa mereka ke
masa-masa stagnasi. Jika dikembalikan pada persoalan politik mengenai hubungan
kekuatan, harus dikatakan bahwa krisis demografi Jerman akan menyamakan negara
tersebut dengan negara besar lainnya di Eropa. Jumlah total kelahiran saat ini
sedikit lebih rendah daripada Perancis. Namun sebenarnya angka kelahiran di
kedua negara tersebut adalah sama. Elite Jerman sadar bahwa angka ini
dikembalikan apda angka standar. Demam penyatuan kembali sudah berakhir. Pemimpin
Jerman mengatahui bahwa negaranya tidak akan menjadi kekuatan besar di pusat
Eropa. Kesulitan spesifik dalam merkonstruksi kembali bekas DDR, mendorong pada
upaya kemali kepada realitas yang membawa ketenangnan ini.
Bagi
Perancis yang tidak lagi dilumpuhkan oleh kebijakan untuk mempertahankan
kekuatan Franc, secara ekonomi dibebaskan dari Euro yang lemah. Bersamaan dengan
situasi demografisnya yang membaik, kondisi ini memperbaharui Perancis dan
memberikan kepercayaan baru. Singkatnya, sekarang, semua unsur yang ada adalah
untuk inisiatif baru kerjasama Perancis-Jerman yang dimuali dalam suasana
kepercayaan bersama yang nyata.
Namun,
peran kuat yang dimainkan oleh beberapa unsur kekuatan harus disadari juga. Keseimbangan
demografis yang baru belum ditentukan dan hanya terjadi melalui perkembangan
masyarakat itu sendiri dan-juga seharusnya- diterima sebagai aturan dari
pemimpin pemerintahan. Lagipula, keseimbangan demografis Perancis-Jerman yang
baru hanya satu aspek stabilisasi demografis dunia. Di timur, penurunan
demografi Rusia menimbulkan efek otomatis yang meredam ke-khawatiran Jerman
lama dan Eropa akan menjadi wilayah yang ditekan oleh negara yang berkembang
secara demografi berskala besar.
Penurunan
demografi Rusia, stagnasi Jerman dan kesehatan relatif penduduk Perancis secara
bersama-sama membentuk keseimbngan baru di seluruh Eropa, dan sepertinya itulah
kebalikan proses ketidak-stabilan semakin meningkat yang dialami benua tersebut
pada permulaan abad ke-20. Pada waktu itu, stagnasi demografi Perancis yang
bersamaan dengan pertumbuhan penduduk Jerman, membuat Perancis menajdi bangsa
yang takut, sementara ekspansi Rusia yang ebrtambah kuat menyebabkan fobia
mutlak di Jerman. Sementara itu, beberapa teori tentang kebijakan masa depan
Kerajaan Inggris Raya hanyalah teka-teki yang membingungkan. Secara menyeluruh
menjadi bagian dari dua lingkungan , Anglo-Saxon dan Eropa, yang menjadi
kondisi alamiahnya.
Pegaruh
revolusi liberal di Inggris Raya lebih kuat daripada di beberapa negara lain di
Eropa dan sekarang mimpi Inggris adalah merombak perusahaan kereta api-nya dan
memperkuat standar kesehatannya dengan tingkat dukungan anggaran yang
rasional. Hubungan antara AS dan Inggris
Raya berjalan lebih baik dibandingkan dimensi ekonominya yang sempit. Hubungan ini
termasuk bahasa, individualisme, dan perasaan kebebasan politik bawaan. Hubungan
ini tampak jelas, tetapi beberapa hal yang sama-sama penting bisa terlupakan,
Inggris berada di posisi lebih baik dibanding seluruh negara Eropa lainnya
untuk mengamati, bukan hanya kesalahan AS, tetapi juga perkembangan AS. Jika AS
terus memburuk, Inggris-lah yang pertama kali merasakan-nya. Mereka adalah
sekutu terdekat AS, tetapi mereka juga menjadi kelompok yang paling tertekan
ideologisa dan budaya yang menyebar di Atlantik sejak mereka tidak memiliki
perlindungan alamiah seperti filter bahasa asing yang diberikan Jerman,
Perancis dan yang lain. Inilah dilema Inggris, bukan saja perang antara Eropa
dan AS tetapi hubungan bermasalah dengan semua hal yang berbau AS.
Pilihan
terakhir Inggris untuk bergabung atau menolak zona Euro akan sangat berarti,
abik untuk Eropa maupun AS. Jika investasi dan kekuatan per-bank-an London,
poros utama keuangan di Dunia Lama, masuk zona Euro, akan menjadi serangan
dahsyat bagi New York, yang untungnya samapai saat ini itu belum terjadi,
dengan mempertimbangkan ketergantungannya pada aliran terus menerus modal
investasi dari negara-negeara lain. Dengan memeprtimbangkan kekurangan produksi
ekonomi AS di masa kini, masuknya London ke sistem Eropa bisa menghasilkan
perubahan riil keseimbangan kekuatan
global. Melihat Inggris Raya yang dipilih Brzenzinski untuk mengabaikan hegemoni Amerika dengan satu serangan yaitu dengan memilih menggabungkan diri dengan Eropa akan menjadi kesimpulan akhir yang sedikit kronis.